Review Film Tengkorak
Saya yang mendapat
kesempatan dalam acara nonton bareng bersama teman-teman dari KAGAMA pada
tanggal 28 Oktober 2018. Film yang kami
tonton berjudul Tengkorak, Saya
merasa sangat beruntung dapat menyaksikan film hasil karya anak bangsa.
Film dengan judul Tengkorak dengan genre fiksi ilmiah
merupakan film karya anak bangsa. Genre fiksi ilmiah merupakan film yang jarang
diminati kalangan anak muda, mereka cenderung menyukai genre romansa, drama,
komedi, horor dan action. Namun, hal tersebut tak menyurutkan Yusron Fuadi dalam
menggarap film Tengkorak dengan genre fiksi ilmiah.
Film yang menjadi
kebanggaan civitas akademika UGM,
karena film ini merupakan karya besar dari mahasiswa UGM. Film ini diproduksi independen, dan berhasil tayang di
bioskop. Seluruh kru dan tim dalam pembuatan film merupakan dosen dan mahasiswa
UGM.
Film yang berkisah
tentang ditemukannya fosil di Yogyakarta. Fosil tersebut serupa dengan
tengkorak yang diperkirakan berusia 170 tahun. Fosil ini muncul setelah terjadi
gempa di Yogyakarta pada tahun 2006.
Terjadi debat pendapat
antara para ilmuan dan pemuka agama. Menurut
para ilmuan harus dilakukan penelitian untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan
sejarah. Sedangkan pemuka agama memiliki pendapat hal tersebut tabu untuk
dilakukan.
Namun, lebih parahnya
di balik pertarungan pendapat antara ilmuan dan pemuka agama ada pihak lain
yang menungganggi perseteruan tersebut. Campur tangan pihak asing semakin
memperkeruh suasana. Hingga terjadilah
kebocoran informasi hasil penelitian. Sayangnya, pelakunya memanfaatkan Ani
sebagai calon peneliti muda yang sering di suruh membeli kopi oleh sang pelaku.
Terjadi kekacauan luar biasa ketika sang pelaku ditemukan mati tertembak. Target pembunuhan
selanjunya adalah Ani yang tidak menyadari menjadi kaki tangan penghianat yang
membocorkan hasil penelitian. Hingga dataglah Yos yang melindungi Ani dari
ancaman pembunuhan.
Cerita film ini memang
membingungkan jika tidak benar-benar menyimak. Belum lagi adegan yang banyak
terpotong-potong dengan pendapat ilmuan yang berseliweran membuat alur cerita
menjadi kurang menarik.
Latar belakang
Yogyakarta menjadikan film ini unik, ditambah dialog-dialog yang khas Jogja.
Namun, sangat disayangkan banyak kata-kata yang harusnya di sensor karena
banyak umpatan yang kurang baik. Mungkin karena film ini untuk usia 18 tahun
keatas, namun tetap saja menjadi ketidak nyaman tersendiri.
Deskripsi ceritanya lumayan panjang ya mbak
BalasHapusIya tapi masih belum mewakili sih itu baru sekilas aja mbak.
HapusIndonesia banget ini filmnya
BalasHapusIya mas banget dah
Hapuskita dukung perfilman Indonesia
BalasHapusAda horor horornya yang serem banget gak Bun? Halahhh sok nantangin mau nonton horror 🤣🤣🤣
BalasHapusEnggak horor sih mbak malah cenderung action. Banyak aksi pembunuhan dan pertarungan.
HapusPenasaran pengen nonton juga jadinya. Terima kasih review-nya, Um 😊
BalasHapusKurang suka sama horor sih, males kaget kagetan
BalasHapusEnggak horor sama sekali kok, judulnya aja horor. Inikan fiksi ilmiah. Banyakan actionnya ini.
BalasHapusBaru tahu Ada pilem ini. Kudet saya. Makasih reviewnya mbk.
BalasHapusSama-sama, trims sudah mampir 😍😍
HapusBelum nonton.. Duh ini hitungan ke berapa ummi nonton bioskip nih? hihi
BalasHapusSama mbak. Aku juga belum nonton. Ada pembunuhannya ya. Saya biasanya suka yang drama
HapusIni ke bioskop ke tiga mbak karena enggak enak sama yang ngajak aja. Aslinya kebayang horor, mana bawa anak kecil pula. Eh ternyata malah action hehehhe
HapusBelum nonton
BalasHapus